Tergesa perempuan tua itu berdiri dari duduknya. Seorang polisi berdiri angkuh dan menatapnya sinis.
Aku sering melihat perempuan tua itu di bawah tangga menuju MTR (Kereta bawah tanah) exit A, Tsuen Wan. Tapi entah mengapa hari ini aku menjumpainya duduk di pinggir jembatan yang menghubungkan antara MTR dan Nan Fung Centre (pusat perbelanjaan). Mungkin dia mencoba merubah daerah operasinya. Memang selama ini tak pernah sekalipun aku melihat ada orang yang mau merogoh sakunya, memberikan seperak dua perak pada perempuan itu. Meski dia terus bersimpuh dan mensujudi ribuan kaki manusia tiap harinya.
Aku tak tahu kehidupan macam apa ini. Semua orang tak peduli dengan orang lain. Tak salah jika seorang temanku menjuluki negeri ini dengan julukan Negeri Beton. Kehidupannya keras, orang - orangnya keras. Mungkin beton-beton pencakar langit itulah yang telah tertanam di hati mereka. Jangankan pada perempuan renta seperti dia, pada manusia cacatpun mereka tak manaruh iba. Mereka beranggapan bahwa cacat para penyandang cacat itu adalah ulah mereka sendiri. panyandang cacat itu sengaja memotong tangan dan kaki mereka demi mendapatkan uang. Demi menambah predikat untuk di kasihani. "Masya Allah."
Aku masih berdiri di tempat, pandanganku terus tertuju pada perempuan renta itu. Aku tak tahu pasti berapa umurnya. Mungkin di atas 60 an. Kulit keriput membungkus tulang-tulangnya, seluruh rambutnya sudah berubah warna, putih semua. Perempuan itu mengeluarkan passport dari tas kumalnya. sudah kuduga, dia bukanlah warga Hongkong (karena pemerintah sini menjamin kesejahteraan penduduknya. Pemerintah akan memberikan rumah, makan, uang, dan biaya" lain untuk warga yang tak mampu).
Kulihat polisi dan perempuan itu bercakap-cakap, kemudian polisi itu melangkah pergi di ikuti langkah gontai perempuan di belakangnya. Berkali-kali perempuan itu mengusap matanya dengan punggung tangannya.
Ah... apa yang akan terjadi padanya, mungkin di deportasi atau bisa juga mendekam di penjara. Pemerintah HK sangat tegas dengan segala macam peraturan. Di negeri ini tidak di perbolehkan ada peminta - minta berkeliaran.
Aku hanya bisa mengiringi langkahnya dengan rasa kasihan tanpa bisa berbuat apa-apa. Ku lihat sekelilingku, beton" itu tetap berdiri kaku dan membeku. Sepertinya mereka mencibir perempuan malang itu.
Aku sering melihat perempuan tua itu di bawah tangga menuju MTR (Kereta bawah tanah) exit A, Tsuen Wan. Tapi entah mengapa hari ini aku menjumpainya duduk di pinggir jembatan yang menghubungkan antara MTR dan Nan Fung Centre (pusat perbelanjaan). Mungkin dia mencoba merubah daerah operasinya. Memang selama ini tak pernah sekalipun aku melihat ada orang yang mau merogoh sakunya, memberikan seperak dua perak pada perempuan itu. Meski dia terus bersimpuh dan mensujudi ribuan kaki manusia tiap harinya.
Aku tak tahu kehidupan macam apa ini. Semua orang tak peduli dengan orang lain. Tak salah jika seorang temanku menjuluki negeri ini dengan julukan Negeri Beton. Kehidupannya keras, orang - orangnya keras. Mungkin beton-beton pencakar langit itulah yang telah tertanam di hati mereka. Jangankan pada perempuan renta seperti dia, pada manusia cacatpun mereka tak manaruh iba. Mereka beranggapan bahwa cacat para penyandang cacat itu adalah ulah mereka sendiri. panyandang cacat itu sengaja memotong tangan dan kaki mereka demi mendapatkan uang. Demi menambah predikat untuk di kasihani. "Masya Allah."
Aku masih berdiri di tempat, pandanganku terus tertuju pada perempuan renta itu. Aku tak tahu pasti berapa umurnya. Mungkin di atas 60 an. Kulit keriput membungkus tulang-tulangnya, seluruh rambutnya sudah berubah warna, putih semua. Perempuan itu mengeluarkan passport dari tas kumalnya. sudah kuduga, dia bukanlah warga Hongkong (karena pemerintah sini menjamin kesejahteraan penduduknya. Pemerintah akan memberikan rumah, makan, uang, dan biaya" lain untuk warga yang tak mampu).
Kulihat polisi dan perempuan itu bercakap-cakap, kemudian polisi itu melangkah pergi di ikuti langkah gontai perempuan di belakangnya. Berkali-kali perempuan itu mengusap matanya dengan punggung tangannya.
Ah... apa yang akan terjadi padanya, mungkin di deportasi atau bisa juga mendekam di penjara. Pemerintah HK sangat tegas dengan segala macam peraturan. Di negeri ini tidak di perbolehkan ada peminta - minta berkeliaran.
Aku hanya bisa mengiringi langkahnya dengan rasa kasihan tanpa bisa berbuat apa-apa. Ku lihat sekelilingku, beton" itu tetap berdiri kaku dan membeku. Sepertinya mereka mencibir perempuan malang itu.