Wahai pemuda gagah yang bergelimang harta dan sejuta asa. Apakah engkau telah bersiap - siap menghadapi malam pertama ?
Wahai orang tua yang telah bongkok punggung dan dekat ajalnya. Apakah engkau telah bersiap - siap menghadapi malam pertama ?
Ia adalah malam pertama dengan dua wajah.
Mungkin menjadi malam pertama bagi malam - malam surga berikutnya atau menjadi malam pertama bagi malam - malam neraka selanjutnya.
(Dr. Aidh - Qarni)
Aku tercenung membaca puisi karya Dr. Aidh - Qarni dalam bukunya yang berjudul "malam pertama di alam kubur". Selama ini aku tak pernah membayangkan apalagi memikirkan, seperti apakah malam pertama yang bakal aku hadapi, ketika aku menapaki kehidupan baru. Kehidupan di mana segala sesuatu yang pernah kita lakukan di dunia harus kita pertanggung jawabkan. Puisi itu mengingatkanku kembali pada sebuah kisah (selama ini aku tak mengingatnya atau mungkin karena aku terlalu sembrono), ketika Rasulullah dan para sahabat pergi mengantar satu jenazah, lalu Rasulullah melihat kuburan yang di gali dan Beliau duduk. Para sahabatpun ikut duduk mengelilingnya. Rasulullah berkata, "jika seorang mayit di masukkan ke dalam kubur, lalu di ratakan tanahnya, maka akan di tanya oleh tanah : Apakah kamu tidak tahu bahwa aku adalah tempat yang sangat sepi, terasing dan tempat belatung ? Apa yang telah kamu siapkan untukku ?
Para salafussholih begitu ketakutan menghadapi "malam pertama" ini. Sebagaimana kisah Abu Hurairah ra. Beliau adalah sahabat Rasulullah SAW yang di kenal sebagai penghafal hadits paling banyak. Abu Hurairah ra. menangis ketika merasa ajal telah mendekatinya. Pada saat beliau di tanya "Mengapa menangis". Beliau berkata, "Sungguh perjalananku masih jauh, sementara aku tidak mempunyai cukup bekal untuk menempuhnya. Aku tak tahu apakah perjalanku berakhir di neraka ataukah di surga".
Bayangkan, seorang Abu Hurairah, orang yang waktu siangnya di habiskan untuk puasa, malamnya di habiskan untuk beribadah, menghafal hadits, masih ketakutan menghadapi malam pertama. Lalu bagaimana dengan diriku yang dalam dzohir-nyapun masih sering terlihat jauh dari nilai - nilai islami.
Malam pertama di alam kubur tentu sangat jauh dengan malam pertamanya pengantin. Malam pertama pengantin adalah malam yang menyenangkan, malam yang tak terlupakan. Kita semua tahu tentang hal itu. Tapi tak sedikit orang yang menunda pernikahan mereka, karena mereka takut menghadapi masalah - masalah yang bakal muncul setelah malam pertama terlewati yaitu kehidupan selanjutnya dengan segala macam problema yang ada. Lalu, bagaimana dengan malam pertama kita di alam kubur. Malam dimana kita tidak bisa berbuat apa - apa, selain pasrah menunggu balasan apa yang akan kita terima. Apakah kita bisa menunda malam itu ? Seperti kita dengan mudahnya menunda pernikahan ?
Saat ini kita sedang berjalan ke arah sana dan kita tak tahu kita giliran yang keberapa. Cepat atau lambat, dalam hitungan detik bahkan sekejap, kita akan menjumpai malam itu. Yang jelas malam pertama di alam kubur adalah keniscayaan.
Maka tak ada lagi hal yang mesti kita lakukan, kecuali memperbanyak bekal untuk menghadapi malam pertama itu. Malam yang mengantar kita menemui Sang Maha. Allah Azza Wajalla.
Wahai orang tua yang telah bongkok punggung dan dekat ajalnya. Apakah engkau telah bersiap - siap menghadapi malam pertama ?
Ia adalah malam pertama dengan dua wajah.
Mungkin menjadi malam pertama bagi malam - malam surga berikutnya atau menjadi malam pertama bagi malam - malam neraka selanjutnya.
(Dr. Aidh - Qarni)
Aku tercenung membaca puisi karya Dr. Aidh - Qarni dalam bukunya yang berjudul "malam pertama di alam kubur". Selama ini aku tak pernah membayangkan apalagi memikirkan, seperti apakah malam pertama yang bakal aku hadapi, ketika aku menapaki kehidupan baru. Kehidupan di mana segala sesuatu yang pernah kita lakukan di dunia harus kita pertanggung jawabkan. Puisi itu mengingatkanku kembali pada sebuah kisah (selama ini aku tak mengingatnya atau mungkin karena aku terlalu sembrono), ketika Rasulullah dan para sahabat pergi mengantar satu jenazah, lalu Rasulullah melihat kuburan yang di gali dan Beliau duduk. Para sahabatpun ikut duduk mengelilingnya. Rasulullah berkata, "jika seorang mayit di masukkan ke dalam kubur, lalu di ratakan tanahnya, maka akan di tanya oleh tanah : Apakah kamu tidak tahu bahwa aku adalah tempat yang sangat sepi, terasing dan tempat belatung ? Apa yang telah kamu siapkan untukku ?
Para salafussholih begitu ketakutan menghadapi "malam pertama" ini. Sebagaimana kisah Abu Hurairah ra. Beliau adalah sahabat Rasulullah SAW yang di kenal sebagai penghafal hadits paling banyak. Abu Hurairah ra. menangis ketika merasa ajal telah mendekatinya. Pada saat beliau di tanya "Mengapa menangis". Beliau berkata, "Sungguh perjalananku masih jauh, sementara aku tidak mempunyai cukup bekal untuk menempuhnya. Aku tak tahu apakah perjalanku berakhir di neraka ataukah di surga".
Bayangkan, seorang Abu Hurairah, orang yang waktu siangnya di habiskan untuk puasa, malamnya di habiskan untuk beribadah, menghafal hadits, masih ketakutan menghadapi malam pertama. Lalu bagaimana dengan diriku yang dalam dzohir-nyapun masih sering terlihat jauh dari nilai - nilai islami.
Malam pertama di alam kubur tentu sangat jauh dengan malam pertamanya pengantin. Malam pertama pengantin adalah malam yang menyenangkan, malam yang tak terlupakan. Kita semua tahu tentang hal itu. Tapi tak sedikit orang yang menunda pernikahan mereka, karena mereka takut menghadapi masalah - masalah yang bakal muncul setelah malam pertama terlewati yaitu kehidupan selanjutnya dengan segala macam problema yang ada. Lalu, bagaimana dengan malam pertama kita di alam kubur. Malam dimana kita tidak bisa berbuat apa - apa, selain pasrah menunggu balasan apa yang akan kita terima. Apakah kita bisa menunda malam itu ? Seperti kita dengan mudahnya menunda pernikahan ?
Saat ini kita sedang berjalan ke arah sana dan kita tak tahu kita giliran yang keberapa. Cepat atau lambat, dalam hitungan detik bahkan sekejap, kita akan menjumpai malam itu. Yang jelas malam pertama di alam kubur adalah keniscayaan.
Maka tak ada lagi hal yang mesti kita lakukan, kecuali memperbanyak bekal untuk menghadapi malam pertama itu. Malam yang mengantar kita menemui Sang Maha. Allah Azza Wajalla.